Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Wayan Koster, Sosok Pemimpin Sederhana dan Mengayomi (Catatan Batin Sepenggal Perjalanan Hidup)



Sekapur Sirih dalam Buku Wayan Koster, Tulus Mengabdi untuk Bali

Perjalanan hidup saya sejak lahir memang sangat menyedihkan. Kesengsaraan bukanlah hal yang aneh dalam kehidupan keluarga saya. Ayah saya seorang petani penggarap yang mengandalkan kehidupan keluarga dari menggarap ladang (tegal) orang lain. Hasil panen dari ladang yang digarap kemudian dibagi dengan pemilik lahan. Dan keluarga bergantung penuh pada bagi hasil panen tersebut. Karena itu, ketika usia saya sudah cukup untuk bisa membantu orangtua (SD), saya pun mulai mengerjakan hal-hal yang bisa menghasilkan uang.
Dengan kondisi ekonomi keluarga yang semakin sulit, mau tak mau saya yang masih duduk di bangku kelas 4 SD juga harus turun tangan membantu orangtua untuk bekerja, selain membantu orangtua menggarap ladang. Berbagai pekerjaan pun saya lakukan agar bisa mendapatkan penghasilan untuk mempertahankan hidup keluarga. Saya pernah bekerja mengumpulkan daun pisang di beberapa lahan kebun di sekitar desa. Lembaran daun pisang yang saya kumpulkan itu kemudian dijual kepada pedagang atau warung kopi. Daun-daun tersebut biasanya dipakai untuk membungkus jaje sumping (jajanan khas Bali yang terbuat dari tepung beras di dalamnya diisi pisang yang dibungkus dengan daun pisang lalu dikukus).

Menjadi buruh angkut pasir, nyangkul dan membajak (nengale) di kebun orang lain hampir menjadi pekerjaan sehari- hari untuk menambah biaya sekolah. Bahkan menjadi kuli pengangkut bata merah juga pernah saya lakukan saat masih duduk di kelas 5 SD. Namun saya tak pernah patah semangat, meski harus menempuh jarak berkilo-kilo meter. Kepanasan, kehausan, kaki yang terkelupas, dan berbagai bentuk penderitaan lainnya pasti terasa. Tujuan utama saya adalah membantu orangtua. Hanya itu yang ada dalam kepala saya.

Bagi saya berbhakti kepada orangtua akan mendapatkan pahala yang besar. Itu yang diajarkan orangtua saya sejak kecil, terlebih oleh kedua orangtua ibu saya. Kehidupan kecil saya memang banyak saya habiskan bersama mereka. Orangtua ibu saya selalu memberikan semangat dan kekuatan dalam hidup saya. Meski kehidupan kami sangat miskin, namun keduanya senantiasa memberikan semangat untuk tetap sabar dan terus berusaha memperbaiki kehidupan keluarga. Keberadaan keduanya merupakan suatu anugerah yang diberikan Hyang Widhi Wasa bagi saya.

Di usia SD, sebagian masa itu memang saya habiskan hidup bersama kakek. Bersama kakek, saya banyak belajar, termasuk berladang. Mencangkul, membajak ladang menggunakan sapi, dan menanaminya dengan jagung, ketela, singkong kacang-kacangan, dan beberapa tanaman lainnya, menjadi pekerjaan yang setiap hari saya lakoni. Di kebun saya juga belajar memelihara sapi. Mencari rumput buat makan sapi dan memandikan sapi di pantai, menjadi sesuatu yang terus melekat dalam ingatan saya.

Keluarga saya benar-benar miskin. Saking miskinnya, orangtua tak mampu menyekolahkan kami. Saya adalah anak pertama dari 5 bersaudara. Adik saya ada 4 orang. Adik pertama seorang perempuan bernama Ni Nengah Nordi, yang kedua laki-laki bernama I Nyoman Artama, dan dua adik saya selanjutnya juga perempuan bernama Ni Ketut Pusparini dan Ni Nengah Suartini, paling bungsu. Semua adik saya tak ada satupun yang menyele¬saikan pendidikan SMP. Adik 1 dan 3 sempat mengenyam pendidikan di SMP, tapi tidak sampai tamat. Adik 2 dan 4 juga sempat duduk di bangku SD, namum nasibnya sama, juga tidak tamat.

Bagaimana mau menyekolahkan anak-anaknya, untuk makan saja ayah benar-benar tak kuat membiayainya. Hanya saya yang bisa selamat lanjut kuliah sampai ITB. Itupun dengan tertatih-tatih dan melalui pertolongan banyak orang. Semua itu atas jalan yang diberikan oleh Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.

Tekad untuk terus hidup dan berguna bagi orang lain telah membangkitkan spirit dalam diri saya. Kalau orang lain bangga karena punya orangtua kaya, maka saya bangga karena punya orangtua miskin. Dengan orangtua miskin, saya punya kesempatan untuk belajar membanting tulang, bekerja keras, bersabar, menahan diri, disiplin, sehingga hidup menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain.

Tanpa saya sadari, kemiskinan yang sekian lama mendera kehidupan saya telah membentuk mental dan sikap dalam diri saya, khususnya menjadi mudah tersentuh melihat kemiskinan, ketidakberdayaan atau penderitaan orang lain dan selalu ingin membantu siapapun tanpa memandang suku agama. Inilah salah satu modal utama saya untuk menjadi seorang pemimpin.

***

Menjadi anggota DPR RI selama 3 periode, bagi saya bukanlah hal yang mudah. Menjaga kepercayaan masyarakat untuk tetap dipercaya dan memberikan dukungannya merupakan hal yang sulit dilakukan, terlebih jika kita tidak benar-benar melak¬sanakan kewajiban sebagai anggota DPR RI dengan baik. Kare¬nanya, saya sangat bersyukur kepada Hyang Widhi Wasa yang telah menerima segala usaha dan kerja keras yang saya lakukan selama ini. Limpahan karunia itu tentu menjadi penguat bagi saya untuk terus berbuat baik, terutama dalam menjalankan tu¬gas dan fungsi sebagai anggota legislatif.

Karena itu, jangan pernah sia-siakan kepercayaan yang orang berikan kepada kita. Akan butuh waktu yang panjang untuk membangun kepercayaan, tetapi untuk menghancurkannya hanya membutuhkan waktu beberapa detik. Sungguh, kepercayaan itu begitu besar maknanya, melebihi materi.

Kepercayaan itu teramat mahal harganya dan tidak bisa disandingkan dengan harta atau materi. Kepercayaan bisa pergi dengan mudah, namun sulit untuk kita dapatkan kembali jika kepercayaan itu telah hilang. Dan yang harus kita sadari, di dalam kepercayaan itu ada amanat yang tersimpan yang harus dilaksanakan oleh orang yang mendapat kepercayaan.

Apa yang saya lakukan selama ini benar-benar muncul dari hati yang tulus untuk mengabdi kapada rakyat. Tugas sebagai anggota legislatif yang bertanggung jawab tentu sangat berat. Namun semua itu harus dijalani dengan baik. Bukankah kita berniat menjadi anggota legislatif agar bisa berbuat yang terbaik bagi masyarakat?

Jika itu tujuan utama kita, maka tentu kita pasti akan melakukan segalanya demi memberikan yang terbaik bagi masyarakat, bangsa dan negara.


Salam Hormat

Wayan Koster