Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

La Galigo; Turunnya Manusia Pertama (2) Bab 9

 

 Kepada para ibu susu, Batara Guru juga meminta pergi ke Ware beriringan dengan To Tenrioddang, membuka penutup kampil yang ditempati emas urai yang diturunkan Datu Palingéq kepadanya. Emas tersebut akan dibuat ribuan alat penambat kerbau camara.

Adapun Kino Talaga, diharuskan pergi ke Sabbamparu bersama Wéro Rakkileq, membuka ikat-an peti rotan yang ditempati emas bubuk yang dibe-rikan Patotoqé di Boting Langiq kepada Batara Guru. Emas itu akan ditempa menjadi gelang besar untuk pengikat leher kerbau dan dibuat cambuk emas.

Sedangkan Wé Saullangiq bersama La Mareng Mpoba, pergi ke barat di Palopo, membuka pengikat alung parengki yang ditempati bubuk emas yang diturunkan bersama La Togeq Langiq di Kawaq. Limpahan emas tersebut akan dibentuk menjadi ribuan rantai, kalung dan tanduk kerbau yang dinazarkan; kerbau yang muncul dan menjelma di Busa Émpong. Kerbau itu akan digunakan sebagai tolak bala bagi anak yang lahir dari rahim Wé Nyiliq Timoq.

Tanpa menunggu lagi, semua utusan raja turun dari istana diangkut dengan usungan kencana, dinaungi payung emas. Wélong Mpabareq bergegas menuju ke Watang Mpareq, diiringi tiga ratus juak. La Tenrioddang mengiringi usungan kencana yang ditumpangi Apung Talaga menuju ke Sabbamparu. Wéro Rakkileq mengiringi usungan kencana yang ditumpangi Wé Saullangiq menuju ke Palopo. La Mareng Mpoba juga telah berangkat mengiringi usungan kencana yang ditumpangi Talaga Unruq, inang pengasuh Batara Guru, pergi ke Baebunta.

Hanya dalam sehari para utusan tersebut sudah kembali dan berkumpul di istana, memenuhi balairung sejuk yang kemilau. Berbagai barang yang diperintahkan untuk mereka bawa juga mulai terkumpul.

Laksana orang Malaka yang terdampar dan orang Wulio yang berlabuh banyaknya jumlah peti rotan yang ditempati emas murni memasuki istana Luwu. Walau telah sesak peti-peti itu di hadapan Manurungngé, namun tak juga berhenti berda-tangan orang yang mengangkatnya. Ruang di istana pun telah sesak, padahal belum rampung berbagai harta yang naik ke istana.

Selain untuk persiapan upacara, harta-harta tersebut juga dipersiapkan untuk diberikan kepada ribuan bissu di Luwu, sebagai balas budi. Terlebih kepada Puang Matoa, yang telah bersusah payah naik ke Boting Langiq dan turun di Pérétiwi memintakan keturunan buat Manurungngé dan Wé Datu Tompoq. Demikian pula kepada Puang ri Luwu dan Puang ri Ware.

Ribuan tukang yang cekatan telah dipersiapkan mengerjakan tugasnya. Kepada Tenrioddang dan To Appamadeng, diperintahkan oleh Manurungngé untuk  mengawasi pekerjaan para tukang tersebut di gelanggang. Dengan demikian, diharapkan mereka dapat segera mencipta kelengkapan kerbau yang beraneka ragam dan banyak jumlahnya.

Bergegas Tenrioddang dan To Appamadeng menuju gelanggang mengawasi pekerjaan. Hampir tak membiarkannya para tukang duduk istirahat. Bagai suara petir dan guntur saja kedengarannya bunyi palu dan tempat peleburan emas murni itu. Tanpa terasa sudah tiga malam tiga hari lamanya mereka terus bekerja.

 ***

 Memasuki hari keempat, saat fajar menyingsing keesokan harinya, rampung dan siaplah semua perlengkapan tumbal. Berbagai makanan penjamu Sangiang juga telah lengkap tersaji.

To Tenrioddang dan To Appamadeng bergegas bangkit dan memerintahkan kepada orang Ware agar menancapkan ribuan patok emas tempat menambatkan kerbau camara di depan istana.