Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

La Galigo; Turunnya Manusia Pertama (4) Bab 10

 

 “Bangkitlah anakku putra mahkota Manurung-ngé di Alé Luwu. Lapangkan hatimu untuk diperciki air penolak bala,” pinta Puang Matoa.

Inang pengasuh segera memapah Batara Lattuq untuk pergi mandi berlangir pada tempayan, menghilangkan bau, dan memakai wangi-wangian orang Senrijawa. To Jabiara yang melangirinya, Wé Lélé Ellung bersama Wé Saung Nriuq yang menggosokkan lengannya. Berloncat-loncatan Batara Lattuq saat permukaan kulitnya dialiri air. Hawa dingin membuatnya menggigil. Begitu riangnya Batara Lattuq bermain-main dengan air permandiannya.

Usai mandi tubuhnya Batara Lattuq dibimbing ke dekat altar upacara. Di atas altar berbagai kelengkapan upacara telah tersaji. Di tengah-tengahnya, tergeletak berjejeran buah maja. Ada pula pelita serta damar petir yang menyala. Tak henti-hentinya asap pedupaan yang gemerlap, mengepul sebagai tolak bala terhadap gangguan setan dan pérésola. Usai diasapi, berdirilah Puang ri Luwu dan Puang ri Ware memercikkan air penolak bala ke tubuh Batara Lattuq. Didendangkan pula samparané, nyanyian kedewaan oleh tiga ratus bissu orang Abang.

Setelah selesai diperciki air suci penolak bala, Apung Talaga memakaikan kain yang dihiasi sulaman bulan kepada Batara Lattuq. Perlahan I La Tiuleng bangkit mengeringkan badan di atas bangku kemilau. Para inang pengasuhnya mengusap air sejuk mayang bermantra yang masih tertinggal pada tubuhnya. Rambutnya yang panjang diham-parkan di atas baki. Diraihlah pedupaan untuk mengasapi rambut Batara Lattuq. Baunya semerbak merasuk hingga ke kolong langit, sepetala bumi. Tak putus-putus pula penyeru jiwa kekahyangannya.

Tidak berapa lama I La Tiuleng setelah berlangir dan membersihkan badan, Manurungngé segera memerintahkan untuk memakaikan pakaian kebesaran orang Rualletté dan membawa Batara Lattuq naik ke atas peterana.

Buru-buru Wé Nyiliq Timoq memilihkan pakaian lengkap orang Rualletté yang sepadan dengan anaknya. Wé Saung Nriuq dan Wé Lélé Ellung, mengenakan Batara Lattuq kain sutera dihampari sulaman bulan dari Wawo Unruq. Disematkan pakaian bermotif burung garuda, dihiasi sulaman emas murni orang Boting Langiq, dihamburi hiasan bunga petir orang Widéq Unruq, dan mayang berkilauan orang Uluwongeng. Dikenakan pula destar motif matahari yang disulam dengan emas murni orang Toddang Toja, tujuh kati di bagian atas, puluhan kati di bahagian bawah. Disematkan pula kalung besar orang Sésé Ileq yang ditenggeri permata tanra tellu, dan gelang berukir bulan. Di jari kanan-nya dilingkarkan cincin awan pemberian Datu Pato-toq, dan cincin petir pemberian Datu Palingéq mem-belit di jari kirinya.

Baru saja usai Batara Lattuq berpakaian, bangkit pula La Pangoriseng mengenakan pakaian lengkap; kain sutera bersuji bulan dijelujuri tekat bercorak ular panjang. Ditambah pula sulaman burung garuda bertengger. Selain itu, destar sutera kuning yang dipinggirnya ditata emas tujuh kati di bagian bawah, lima kati di bagian, tak ketinggalan. Keris emas berhulu gading terselip di pinggangnya.

Bersamaan dengan La Pangoriseng dikenakan pula pakaian ke tubuh anak-anak Batara Guru lainnya; kain berlapis benang emas orang Boting Langiq, bertekat benang emas murni dari Widéq Unraq. Mereka juga mengenakan destar bercorak kembang matahari, dan diselipi keris emas berhulu gading di pinggang masing-masing.

Bangga sekali Wé Nyiliq Timoq memandang anaknya, Batara Lattuq. Penampilannya bagai anak dewa yang turun dari langit, laksana orang Pérétiwi yang muncul menjelma.

Melihat Batara Lattuq selesai berpakaian lengkap, bangkit pula Batara Guru mengenakan pakaian lengkap orang Rualletté, lalu duduk di samping istrinya.

Kepada To Appareppaq dan To Appamadeng, Manurungngé memerintahkan untuk secepatnya menyediakan usungan emas manurung. Dengan cepat semua perintah Batara Guru dirampungkan. Usungan emas manurung telah menunggu di luar istana. Payung bintang yang muncul bersama Wé Nyiliq Timoq juga telah dikembangkan.