Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

La Galigo; Turunnya Manusia Pertama (5) Bab 1

“Bagaimana, Rukkelleng Mpoba, apa kalian telah bertemu dengan penguasa PĂ©rĂ©tiwi?”

Menyembah Rukkelleng Mpoba yang diikuti Ruma Makompong, Sangiang Mpajung, dan Balasanriuq.

“Ampunkan Puang, jika hamba tergelincir dalam kata-kata, sebab tenggorokanku hanya setipis kulit bawang. Baru saja kami bertemu dengan penguasa PĂ©rĂ©tiwi dan menyampaikan semua pesan dari istana Sao Kuta PareppaqĂ©,” jawab Rukkelleng Mpoba

“Jadi kapan mereka akan datang?”

“Mereka akan naik ke Boting Langiq mengunjungi Sao Kuta PareppaqĂ© sesuai dengan petunjuk Puang,” tambah Ruma Makompong yang diangguki ketiga saudaranya.

Mendengar ucapan Ruma Makompong, hati Patotoqé dan Datu Palingéq begitu bahagia. Wajahnya dipenuhi cahaya berpendar. Bagaikan orang yang sedang meneguk madu rasanya.

Sementara itu, utusan lain yang diperintahkan mengundang para penguasa di seluruh Boting Langiq pun telah datang. Di sepanjang Boting Langiq mereka menyeru bahwa tidak akan bisa lewat di tenggorokannya sedikitpun berbagai makanan bagi mereka yang tidak mau datang ke Rualletté, di istana Sao Kuta Pareppaqé.

Mendengar seruan tersebut, penduduk negeri di Boting Langiq terperanjat. Di kepala mereka beriringan tanda tanya, apa sebenarnya yang sedang terjadi di istana Sao Kuta Pareppaqé, hingga To Palanroé memerintahkan mereka untuk berkumpul.

 

***

 

Tatkala hari yang ditetapkan oleh Patotoqé tiba, penduduk Boting Langiq pun mulai berdatangan dan berkumpul di Rualletté, di istana Sao Kuta Pareppaqé.

Dari sebelah timur, usungan kendaraan Sangka Maléwa yang diiringi lebih dari tujuh ribu orang, terdengar gemuruh. Payung bintang kebesaran yang menaungi Sangka Maléwa laksana bara api yang ditebar.

Sementara dari sebelah selatan, usungan cahaya yang dikendarai Sinrang Mpatara yang diiringi oleh lebih dari tiga juta orang, menerangi halaman istana Sao Kuta Pareppaqé. Bak bara api yang diaduk, payung bintang yang menaunginya begitu benderang. Suara langkah para pengiring membahana di seantero Rualletté.

Adapun usungan halilintar yang dikendarai Sennéq Batara, muncul pula dari sebelah barat dengan dipayungi payung bintang kebesaran yang bagai bara api berhamburan. Kedatangannya diikuti oleh rombongan kerajaan yang jumlahnya lebih dari tujuh ribu orang. Suara tawa dan langkahnya memekakkan.

Kedatangan rombongan tersebut yang hampir bersamaan membuat gaduh halaman istana Sao Kuta Pareppaqé. Gelak tawa semakin berseliweran akibat perjumpaan itu. Mereka pun berkumpul di bawah pohon asam, di gelanggang tanra tellu.

Mendengar suara gaduh di halaman istana, Datu Palingéq bergegas menuju jendela berhias emas dan membukanya. Dengan cepat ia melongokkan kepalanya menjenguk keluar dan memandang ke arah pohon asam tanra tellu. Terlintas senyum di wajahnya ketika menyaksikan orang-orang yang telah berkumpul di bawah pohon asam tanra tellu nampak riang dan saling bersenda-gurau melepas kerinduan.

Buru-buru Datu Palingéq kembali menutup jendela dan segera masuk menemui suaminya.

“Agaknya para undangan telah datang. Mereka berkumpul di gelanggang halilintar.”

Patotoqé begitu senang mendengar berita yang dibawa istrinya. Raut wajahnya yang bercahaya kian bersinar. Sorot matanya yang berwibawa makin berbinar.