Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

La Galigo; Turunnya Manusia Pertama (2) Bab 6

 

 Ketika Wé Saung Nriuq hendak beranjak ke pembarigan tiba-tiba saja ia merasa perutnya begitu sakit seperti hendak melahirkan. Padahal usia kandungannya baru memasuki bulan ketujuh. Karena tak dapat menahan sakit, ia lalu bangun dan langsung berpegang pada lailaiseng yang terbelit gelang nan anggun. Wé Saung Nriuq akhirnya berhasil melahirkan sebelum dukun istana datang. Anaknya kembar, kedua-duanya laki-laki. Yang sulung diberi nama La Temmallureng Masé-Maséna, yang diberi warisan kerajaan di Senrijawa, mengatasnamakan Sampano. Sementara yang bungsu, diberi nama La Temmallollong Lalo Éloqna, yang diberi warisan di Larompong, mengatas-namakan Lamunré.

***

 Tiga bulan kemudian sesudah lahirnya La Temmallureng bersaudara, tiada haid pula Apung Talaga. Dan saat usia kandungannya memasuki bulan kelima, maka dipanggilkanlah dukun. Ia pun diupacarakan agar kandungannya tetap baik dan bayi yang dilahirkannya sehat.

Setelah tujuh bulan usia kandungannya ia pun melahirkan. Anaknya kemudian diberi nama I La Lumpongeng yang diberikan warisan Sabbamparu, mengatasnamakan Salolong.

 ***

 Sebulan saja setelah lahir I La Lumpongeng, Tenritalunruq yang dimunculkan bersama Wé Nyiliq Timoq pun tiada mendapat haid. Saat lima bulan usia kandungannya, ia pun dipanggangkan ratusan ekor kerbau dan dipanggilkan dukun untuk melaksanakan upacara keselamatan. Tenritalunruq dibaringkan di atas permadani yang bertutupkan ratusan kain dari Pérétiwi dan dikelilingi tempayan. Dibelitkan pula pinggangnya dengan kain pucuq gonratu dari Toddang Toja. Kemudian diusap dan diurutlah kandungannya.

Tepat dua bulan usai upacara keselamatan kandungan, Tenritalunruq pun melahirkan bayi montok yang diberi nama La Pattaungeng. Dialah yang mewarisi negeri Malaka, mengatasnamakan Matana.

 ***

 Tiga tahun setelah lahirnya La Pangoriseng, Apung ri Toja juga tidak mendapat haid. Seperti istri-istri Batara Guru lainnya, ia pun harus menjalani upacara selamatan dengan mengor-bankan ratusan ekor kerbau.

Setelah tujuh bulan kandungannya, Apung ri Toja melahirkan seorang anak perempuan yang sangat cantik, bak bulan purnama yang datang menjelma. Anaknya diberi nama oleh Manurung-ngé, Wé Temmaddatuq Samo Tuaqna. Ia diberikan mewarisi di negeri Manaung. Dan meskipun saudaranya yang menjadi raja di Alé Luwu, ia tetap dapat mengambil upeti rakyatnya dan memungut juga pajak di sungai dan di muara, karena ia adalah perempuan.

 ***

 Baru lima belas hari setelah lahirnya Wé Temmaddatuq, dinaikkanlah ke ayunan tali La Pangoriseng. Saat itu, Wé Saung Nriuq kembali tidak mendapatkan haid. Ia kembali harus menjalani upacara saat usia kandungannya memasuki bulan kelima. Dan tatkala kandungan memasuki usia tujuh bulan, Wé Saung Nriuq kembali melahirkan. Anak lelakinya itu diberi nama La Tenriémpeng. Dialah yang akan mewarisi negeri Riburawung, mengatasnamakan Mata Soloq.

 ***