La Galigo; Turunnya Manusia Pertama (3) Bab 6
Tujuh malam setelah lahirnya La Tenriémpeng, Wé Lélé Ellung, ibunda La Pangoriseng, kembali tiada mendapat haid. Ketika usia kandungannya lima bulan, ia kembali melalui upacara selamatan. Dan di suatu malam yang pekat, tatkala usia kandungannya tujuh bulan lebih tujuh hari, ia melahirkan anak yang diberi nama La Temmauk-keq. Dia diberi kepercayaan untuk mewarisi negeri Toddang Mpelleq, mengatasnamakan Uluongeng.
***
Tatkala masing-masing memasuki usia tiga tahun, La Pangoriseng, La Temmallureng bersama kembarnya La Temmallollong, I La Lumpongeng, dan La Pattaungeng, tidak mau lagi tenang di ruang dalam. Mereka selalu saja gelisah dan hendak keluar bermain-main.
Baru beberapa tahun usia anaknya, Apung Talaga kembali hamil. Dan saat kandungan ibunda I La Lumpongeng masuk lima purnama, ratusan ekor kerbau pun dipanggang lalu diupacarakan untuk keselamatan kandungannya.
Berbeda dengan saat pertama kali melahirkan, kini ia melahirkan pada usia kandungan sembilan purnama. Anaknya lalu diberi nama La Sappé Ileq yang mewarisi negeri Marawennang dan mengatasnamakan Ussu.
***
Hanya lima bulan setelah melahirkannya Apung Talaga, Tenritalunruq kembali tidak datang bulan. Menjelang tujuh bulan masa kandungannya, ia pun melahirkan seorang anak laki-laki. Manurungngé memberinya nama La Tenrioddang. Ia diberikan warisan di negeri Lénrang-Lénrang, yang mengatasnamakan Méngkokaq. Dan pada saat memasuki usia tujuh bulan, ia pun dinaikkan di ayunan tali keemasan, sama dengan anak-anak Batara Guru lainnya.
***
Hari terus berlalu, hingga tujuh tahun sudah usia La Pangoriseng. Untuk itu, dibuatkanlah upacara pijak tanah ménroja. Ia kemudian dibawa ke ujung jalan, mengunjungi gelanggang, dan belajar membuka kurungan. Ia juga diajarkan bagaimana menilik ayam yang baik untuk sabungan, mengenakan taji, dan menyabung mempertaruhkan ayam andalannya.
Begitu gembiranya hati La Pangoriseng. Ia menari, mengayun dan mengibas-ngibaskan ikat kepalanya di tengah gelanggang. Bersamaan dengan upacara pijak tanah La Pangoriseng, diadakan pula upacara pijak tanahnya La Temmallollong, La Temmallureng, I La Lumpongeng, La Pattunereng dan Pamadeng Letté.
Semenjak selesai upacara pijak tanah La Pangoriseng bersaudara, mereka tidak tenang lagi tinggal di istana. Setiap hari yang dikerjakannya hanyalah pergi ke gelanggang di bawah pohon asam bersama ribuan juak pilihan yang diberikan kepada mereka masing-masing.
***
Setelah lima tahun usia Wé Temmadatuq, ia pun dilakukan pula upacara pijak tanah, ditunjukkan ujung jalan, diantarkan ke gelanggang, diajari membuka kurungan, memilih ayam sabungan, memasang dan membuka benang taji, serta mengadu ayam anggun andalannya.
Bersamaan dengan upacara pijak tanah Wé Temmadatuq yang telah pandai menarikan tari Boting Langiq, diadakan pula upacara pijak tanah bagi La Tenriémpeng, La Tenrisinrang, To Sésé Ileq, dan La Tenrioddang.